Penulis : M. Ja’far Mukhtar, M.Ag
Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya bahwa hukum adzan adalah wajib, menurut pendapat yang lebih kuat. Namun bagaimanakah hukum adzan bagi musafir, juga iqomahnya?
Kata Imam Asy Syaukani, “Wajib setiap penduduk negeri mengangkat seorang muazin untuk mengumandangkan adzan sesuai lafazh yang disyariatkan. Adzan tersebut sebagai pertanda masuknya waktu shalat. Tujuan adzan pula adalah sebagai tanda berpegang teguh dengan syari’at Islam. … Adapun untuk yang bukan ahlul balad (bukan penduduk negeri) seperti musafir atau orang yang menetap di padang sahara, maka ia mengumandangkan adzan untuk dirinya sendiri, begitu pula dengan iqomah. Namun jika berjama’ah, hendaklah salah satu mengumandangkan adzan dan iqomah.” (Ad Daroril Mudhiyyah, hal. 120).
Beberapa dalil berikut menunjukkan tetap adanya adzan saat safar. Imam Bukhari membawakan hadits-hadits berikut ketika membicarakan azan bagi musafir ketika mereka berjama’ah.
Dari Abu Dzarr, ia berkata, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu safar, lalu ada seorang muadzin ingin mengumandangkan azan, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tundalah, jangan saat panas.” Lalu beberapa waktu kemudian, ia ingin mengumandangkan, beliau bersabda, “Tundalah, jangan saat panas.” Lalu ia ingin kumandangkan adzan lagi, beliau sama bersabda, “Tundalah, jangan saat panas.” Sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ شِدَّةَ الْحَرِّ مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ
“Sesungguhnya panas yang sangat itu dari panasnya jahannam.” (HR. Bukhari no. 629).
Dari Malik bin Al Huwairits, ia berkata,
أَتَى رَجُلاَنِ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يُرِيدَانِ السَّفَرَ فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « إِذَا أَنْتُمَا خَرَجْتُمَا فَأَذِّنَا ثُمَّ أَقِيمَا ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمَا أَكْبَرُكُمَا »
“Ada dua orang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka berdua ingin melakukan safar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Jika kalian berdua keluar, maka kumandangkanlah adzan lalu iqomah, lalu yang paling tua di antara kalian hendaknya menjadi imam.” (HR. Bukhari no. 630).
Nafi’ berkata,
أَذَّنَ ابْنُ عُمَرَ فِى لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ بِضَجْنَانَ ثُمَّ قَالَ صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ ، فَأَخْبَرَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَأْمُرُ مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ ، ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثْرِهِ ، أَلاَ صَلُّوا فِى الرِّحَالِ . فِى اللَّيْلَةِ الْبَارِدَةِ أَوِ الْمَطِيرَةِ فِى السَّفَرِ
“Ibnu ‘Umar pernah mengumandangkan adzan di malam yang dingin di Dhojnan, lalu ia mengumandangkan, “Shalatlah di kendaraan kalian.” Ia mengabarkan kepada kami bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salalm pernah menyuruh muazin mengumandangkan adzan lalu di akhir adzan disebutkan, “Shalatlah di kendaraan kalian.” Ini terjadi pada malam yang dingin atau pada saat hujan ketika safar.” (HR. Bukhari no. 632).
Dari Abu Juhaifah, ia berkata,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِالأَبْطَحِ فَجَاءَهُ بِلاَلٌ فَآذَنَهُ بِالصَّلاَةِ ، ثُمَّ خَرَجَ بِلاَلٌ بِالْعَنَزَةِ حَتَّى رَكَزَهَا بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِالأَبْطَحِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ
“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam di Abthoh, ketika itu datanglah Bilal untuk mengumandangkan azan shalat. Kemudian Bilal keluar membawa tongkat lalu ia menancapnya di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Abthoh, lalu ia mengumandangkan iqomah.” (HR. Bukhari no. 633)
Semoga bermanfaat. Hanyalah Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim, terbitan Al Maktabah At Taufiqiyah.
Ad Daroril Mudhiyyah Syarh Ad Duroril Bahiyyah, Al Imam Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1432 H.