Penulis : M. Alfan Ilma Zakaria, S.Pd
Tanggal 2 Mei dipilih sebagai tanggal Hari Pendidikan Nasional karena merupakan hari lahir Ki Hajar Dewantara, Bapak Perintis Pendidikan Nasional. Pemilihan ini menjadi penghormatan atas jasa luar biasa untuk pendidikan masyarakat dan pemajuan bangsa Indonesia. Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889 dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Sebagai bangsawan Jawa, Ki Hajar Dewantara semasa kecil sekolah di sekolah rendah untuk anak-anak Eropa, Europeesche Lagere School (ELS). Ia melanjutkan studi di Sekolah Dokter Jawa, School to Opleiding voor Inlandsche Artsen (STOVIA). Pendidikannya terhenti karena kondisi kesehatan. Ki Hajar Dewantara kemudian beralih menggeluti dunia jurnalistik. Melalui tulisan-tulisannya di surat kabar dan majalah ia menyatakan kritik sosial politik kaum Bumiputra pada penjajah secara halus tetapi keras, komunikatif dan mengena. Atas kritiknya, Ki Hajar Dewantara diasingkan ke Pulau Bangka. Ia yang kembali dari pengasingan kelak bertekad mendirikan lembaga pendidikan untuk memperjuangkan kesatuan dan Persamaan lewat nasionalisme kultural serta politik. Dari sinilah, lahir Perguruan Taman Siswa pada 1922 yang menyediakan layanan pendidikan bagi masyarakat Bumiputra. Mereka adalah anak-anak yang saat itu tidak diberikan akses pendidikan yang sama seperti anak bangsawan dan Belanda. Melawan penjajahan melalui bidang pendidikan ini, Ki Hajar Dewantara menyerukan pihak-pihak penerima keberadaan Taman Siswa dipersilakan bergabung. Yang keberatan dipersilakan menentang, sedangkan yang tak acuh dipersilakan menjadi penonton, dikutip dari Ki Hajar Dewantara: Peran dan Sumbangsihnya bagi Indonesia oleh Adora Kirana. Melalui Taman Siswa, Ki Hajar menerapkan sistem among atau pendidikan berjiwa kekeluargaan yang berpikir pada kondrat alam dan kemerdekaan. Dasarnya adalah semangat kebangsaan dan kebebasan berpendapat. Pendidikan di Taman Siswa saat itu bertujuan membangun generasi penerus yang ingin dan siap memperjuangkan kemerdekaan untuk bersatu sebagai bangsa. Pendidikan mereka didukung pamong atau pendidik yang meluangkan 24 jam harinya pada anak didik sebagaimana orang tua memberi pelayanan pada anak. Dengan sistem ini, ia juga ingin merintis pendidikan yang humanis, populis, dan memelihara kedamaian dunia. Sistem ini menentang stem pendidikan yang jamak saat itu, yakni menitikberatkan pada perintah dan sanksi; patuh soal seragam, sistem belajar, dan lain-lain yang tidak berkaitan dengan proses berpikir; serta sanksi jika tidak patuh pada sebuah aturan. Perjuangan Ki Hajar Dewantara di bidang pendidikan ini telah memberikan dasar-dasar pendidikan nasional yang pada 26 April 1959, tanggal kelahiran Ki Hajar Dewantara dijadikan Hari Pendidikan Nasional. Diharapkan, semua insan pendidikan pada mowafamentum ini ingat kembali akan pentingnya pendidikan bagi peradaban dan daya saing bangsa.
Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara telah merumuskan filosofi pendidikan yang dikenal luas melalui semboyan yang sangat inspiratif. Semboyan ini terdiri dari tiga bagian:
- Ing ngarsa sung tulada: Memberi teladan di depan.
- Ing madya mangun karsa: Membangun semangat di tengah.
Tut wuri handayani: Memberikan dorongan di belakang.
Prinsip ketiga ini mencerminkan pendekatan pendidikan yang holistik, dimana pendidik tidak hanya berfungsi sebagai pengajar, tetapi juga sebagai teladan dan motivator bagi siswa.
Tema Hardiknas 2025
Pada tahun 2025, tema Hardiknas adalah “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua”. Tema ini mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berperan aktif dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia
Apakah Hari Pendidikan Nasional 2025 Libur?
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama 3 Menteri tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2025, Hari Pendidikan Nasional 2025 bukan hari libur. Siswa, mahasiswa, hingga pegawai di instansi masing-masing dapat memperingatinya lewat upacara bendera dan kegiatan positif berbasis pendidikan.