Penulis : Shafa Rahmadiena Maulany, S.Pd.Gr.
Pendidikan karakter merupakan aspek fundamental dalam pembentukan kepribadian siswa, terutama di lingkungan pondok pesantren yang menekankan nilai-nilai moral dan spiritual. Namun, fenomena krisis rasa syukur mulai muncul di kalangan siswa SMP, ditandai dengan kurangnya apresiasi terhadap teman yang baik, fasilitas sekolah yang memadai, serta kebaikan dari lingkungan sekitar (Maharani, 2023; Sari,dkk, 2020). Kondisi ini memerlukan perhatian khusus dari para pendidik untuk mencari solusi yang efektif dalam menanamkan kembali nilai-nilai syukur pada siswa.
Dalam hal ini, guru Bimbingan dan Konseling (BK) mengamati bahwa siswa cenderung mengeluh, kurang menghargai fasilitas yang tersedia, dan tidak menyadari pentingnya hubungan sosial yang sehat. Sejalan dengan pernyataan Fitriana (2023), bahwa observasi ini menunjukkan lemahnya kesadaran siswa terhadap pentingnya nilai syukur dalam kehidupan sehari-hari. Krisis ini tidak hanya berdampak pada hubungan interpersonal siswa, tetapi juga memengaruhi semangat belajar dan partisipasi mereka dalam kegiatan pesantren. Ketidakmampuan untuk menghargai hal-hal positif di sekitar mereka dapat menghambat perkembangan pribadi dan sosial siswa serta menimbulkan konflik sosial (Putri, 2019).
Sedangkan seharusnya, di era ini siswa mampu mensyukuri segala nikmat yang diterima, baik dari aspek material maupun sosial. Siswa diharapkan dapat menghargai teman, fasilitas pendidikan, serta kebaikan dari lingkungan sekitar, sehingga tercipta suasana belajar yang positif dan harmonis. Dengan menumbuhkan rasa syukur, siswa akan lebih mampu menghargai peran orang lain dalam kehidupan mereka dan mengembangkan sikap positif terhadap tantangan yang dihadapi. Rasa syukur juga dapat menjadi fondasi dalam membangun optimisme dan kesehatan mental siswa (Sari, dkk, 2020).
Sebagai upaya mengatasi krisis rasa syukur, guru BK menerapkan layanan bimbingan klasikal menggunakan metode sinemaedukasi. Metode ini memanfaatkan media film untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan dan karakter melalui cerita yang menyentuh emosi siswa (Putri, 2019). Film Miracle in Cell No. 7 dipilih sebagai media karena menggambarkan nilai-nilai seperti cinta ayah-anak, kejujuran, pengorbanan, dan ketidakadilan. Film ini mampu membangun empati siswa melalui kisah yang menyentuh dan membuat mereka merefleksikan kembali makna kebersyukuran dalam hidup (Manderes, dkk, 2022).
Adapun dalam penelitian Fitriana (2023) & Maharani (2023) didapatkan bahwa penggunaan film Miracle in Cell No. 7 dalam pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap nilai-nilai moral. Film Miracle in Cell No. 7 berhasil memicu respon emosional yang dalam pada siswa, yang kemudian membuka diskusi reflektif tentang nilai syukur, kasih sayang, dan keadilan. Selain itu, film ini juga mencerminkan nilai-nilai pendidikan karakter seperti religiusitas, toleransi, kerja keras, dan peduli sosial. Relevansi cerita dengan realitas siswa memperkuat transfer nilai dari tontonan ke kehidupan nyata mereka. Ini membuktikan bahwa sinemaedukasi bukan sekadar hiburan, tetapi alat pembelajaran karakter yang kuat.
Krisis rasa syukur di kalangan siswa SMP di pondok pesantren merupakan tantangan yang nyata dan perlu ditangani secara strategis. Salah satu solusi yang terbukti efektif adalah layanan bimbingan klasikal menggunakan metode sinemaedukasi dengan film yang kaya akan nilai moral dan empati seperti Miracle in Cell No. 7. Melalui pendekatan ini, siswa tidak hanya diajak menonton, tetapi juga merenung, berdiskusi, dan menginternalisasi nilai-nilai kebaikan yang dapat mengubah sikap mereka terhadap lingkungan sekitar. Guru BK dapat memanfaatkan metode ini sebagai media refleksi yang inspiratif dalam membentuk karakter siswa yang bersyukur dan berempati tinggi (Manderes, dkk, 2022).
Daftar Rujukan:
Fitriana, A. S. (2023). Pesan Akhlak dalam Film Miracle in Cell No. 7 Karya Hanung Bramantyo (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce) (Doctoral dissertation, IAIN Ponorogo).
Maharani, A. R. (2023). Nilai Pendidikan Karakter dalam Film Miracle in Cell No.7 dan Relevansinya dengan Pendidikan Akhlak. Skripsi, IAIN Surakarta. Dari: https://eprints.iain-surakarta.ac.id/7951/1/SKRIPSI-AFIFAH%20RIZKY%20MAHARANI-193111017.pdf.
Manderes, dkk. (2022). Nilai Moral Keluarga dalam Film “Miracle in Cell No. 07” Karya Lee Hwan Kyung dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra. Kompetensi, 2(9), 1666-1684.
Putri, M. A. (2019). Efektivitas Teknik Sinema Edukasi untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Siswa SMP Negeri 6 Malang. (Doctoral Dissertation, Universitas Negeri Malang).
Sari, dkk. (2020). Teknik Sinema Edukasi untuk Meningkatkan Empati pada Siswa SMP Pelaku Perundungan. Psychopolytan: Jurnal Psikologi, 4(1), 39-48. Bottom of Form