Penulis : Himmatus Sholikhah, S.Pd.
Sikap ingin tahu merupakan landasan penting dalam proses belajar. Sikap ingin tahu termasuk dalam bagian dari karakter dasar yang harus dikembangkan sejak dini, karena akan mendorong siswa untuk terus belajar dan berpikir kritis (Zubaedi ,2011). Dalam konteks pelajar islami, sikap ingin tahu tidak hanya berkaitan dengan kecerdasan intelektual, tetapi juga erat kaitannya dengan pencarian makna hidup dan nilai-nilai keislaman.
Lingkungan pendidikan Islam yang mengedepankan nilai-nilai moral dan spiritual menjadi tempat yang tepat untuk menumbuhkan sikap ingin tahu. Pendidikan karakter dalam lembaga Islam perlu diarahkan pada pembentukan manusia yang tidak hanya cerdas, tapi juga memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan dan kehidupan (Gunawan, 2012). Dengan demikian, pembelajaran dapat menjadi wahana untuk mencari ilmu yang bermanfaat secara duniawi dan ukhrawi.
Peran guru sangat vital dalam proses ini. Suparno (2014:45) menekankan bahwa dalam pendekatan konstruktivisme, guru harus mampu merancang pembelajaran yang merangsang rasa ingin tahu siswa melalui aktivitas eksplorasi dan refleksi. Guru dapat memulai pembelajaran dengan pertanyaan terbuka, memberi studi kasus, atau memberikan tugas proyek yang menuntut penelitian kecil oleh siswa. Siswa yang aktif dalam pembelajaran membuat suasana kelas menjadi lebih hidup. Selain guru, orang tua juga memiliki tanggung jawab dalam menanamkan sikap ini. Suyanto dan Asep Jihad (2013:88) menyatakan bahwa lingkungan keluarga adalah sekolah pertama yang membentuk kebiasaan belajar anak, termasuk rasa ingin tahu. Orang tua perlu membangun komunikasi terbuka dengan anak, menghargai pertanyaan-pertanyaan mereka, dan memberikan contoh sebagai pembelajar sepanjang hayat.
Dalam membangunrasa keingintahuan siswa,teknologi pun dapat menjadi alat bantu yang efektif. Dalam era digital saat ini, siswa bisa diarahkan untuk memanfaatkan internet sebagai sumber belajar. Namun tentu harus dibimbing agar tidak terjebak pada informasi yang tidak kredibel. Dengan pendekatan blended learning yang tepat, siswa akan terbiasa mencari informasi dari berbagai sumber, mengolahnya, dan menarik kesimpulan. Namun, tantangan tetap ada. Banyak siswa yang bersikap pasif karena terbiasa dengan sistem belajar yang hanya menekankan pada hafalan. Menurut Zubaedi (2011:83), sistem pendidikan yang terlalu fokus pada hasil ujian dapat mematikan semangat eksplorasi dan kreativitas siswa. Oleh karena itu, sekolah perlu menciptakan suasana belajar yang menghargai proses, memberikan ruang bertanya, dan menilai rasa ingin tahu sebagai bagian dari keberhasilan belajar.
Jika semua unsur — guru, orang tua, sekolah, dan lingkungan mampu bekerja sama, maka akan terbentuk generasi muda Islam yang tidak hanya berakhlak mulia tetapi juga memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Mereka akan tumbuh menjadi pribadi pembelajar yang siap menghadapi tantangan zaman dan memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.
Daftar Pustaka
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
Suparno, Paulus. 2014. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Suyanto & Asep Jihad. 2013. Menjadi Guru Profesional: Strategi Meningkatkan Kualitas Guru di Era Global. Jakarta: Erlangga.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana.