Pendahuluan
Dalam sejarah peradaban Islam, terdapat dua bangunan suci yang memiliki peran penting dalam kehidupan umat Muslim, yaitu Ka’bah di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Keduanya bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga memiliki nilai spiritual, historis, dan sosial yang sangat tinggi bagi kaum Muslimin di seluruh dunia.
Ka’bah, yang dikenal sebagai Baitullah (Rumah Allah), merupakan kiblat umat Islam dalam melaksanakan shalat. Setiap Muslim di seluruh penjuru dunia menghadapkan dirinya ke arah Ka’bah dalam setiap rakaat shalatnya. Selain itu, Ka’bah menjadi pusat pelaksanaan ibadah haji dan umrah, yang merupakan bagian dari rukun Islam. Sejak zaman Nabi Ibrahim AS hingga saat ini, Ka’bah telah mengalami berbagai rekonstruksi dan renovasi yang bertujuan untuk menjaga keagungannya sebagai pusat ibadah umat Islam.
Sementara itu, Masjid Nabawi adalah masjid yang dibangun oleh Rasulullah Muhammad SAW setelah hijrah ke Madinah. Masjid ini bukan hanya sekadar tempat shalat, tetapi juga pusat kegiatan sosial, pemerintahan, dan pendidikan Islam di masa awal perkembangan agama ini. Di dalamnya terdapat Raudhah, yang diyakini sebagai salah satu tempat mustajab untuk berdoa, serta makam Rasulullah SAW yang menjadi tempat ziarah bagi umat Islam.
Melalui artikel ini, kita akan menelusuri sejarah pembangunan Ka’bah dan Masjid Nabawi, mulai dari asal-usulnya, proses pembangunannya, hingga berbagai renovasi yang terjadi dari masa ke masa. Dengan memahami sejarahnya, kita dapat semakin menghargai dua tempat suci ini sebagai bagian dari warisan Islam yang penuh berkah.
I. Sejarah Pembangunan Ka’bah
A. Asal-usul Ka’bah
1. Ka’bah dalam Perspektif Islam: Dibangun Pertama Kali oleh Nabi Adam AS
Ka’bah, yang dikenal sebagai Baitullah (Rumah Allah), memiliki sejarah yang panjang dalam ajaran Islam. Menurut riwayat Islam, bangunan ini pertama kali didirikan oleh Nabi Adam AS atas perintah Allah SWT sebagai tempat ibadah pertama di bumi. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS. Ali Imran: 96)
Ka’bah menjadi simbol ketauhidan, tempat di mana manusia bersujud hanya kepada Allah SWT. Seiring berjalannya waktu, bangunan ini mengalami berbagai perubahan akibat bencana alam dan peristiwa sejarah.
2. Peristiwa Banjir Besar di Masa Nabi Nuh AS dan Rekonstruksi Ka’bah
Pada zaman Nabi Nuh AS, terjadi peristiwa banjir besar yang melanda hampir seluruh bumi. Banjir ini menenggelamkan sebagian besar wilayah dan menghancurkan banyak bangunan, termasuk Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Adam AS. Setelah banjir surut, bangunan Ka’bah tidak langsung dipugar kembali, dan lokasinya hanya dikenang sebagai tempat yang suci.
Ka’bah tetap menjadi tempat yang dimuliakan oleh generasi setelahnya, hingga Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk membangunnya kembali sebagai pusat ibadah bagi umat manusia.
B. Pembangunan oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS
1. Perintah Allah SWT kepada Nabi Ibrahim AS untuk Membangun Kembali Ka’bah
Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS, untuk membangun kembali Ka’bah di tempat yang telah ditentukan-Nya. Mereka berdua mulai membangun Ka’bah dari fondasi yang telah ada sebelumnya.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): ‘Ya Tuhan kami, terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'” (QS. Al-Baqarah: 127)
2. Kisah Peletakan Hajar Aswad
Setelah bangunan Ka’bah selesai didirikan, Nabi Ibrahim AS meletakkan Hajar Aswad, batu hitam yang dipercaya berasal dari surga, di sudut timur Ka’bah. Hajar Aswad menjadi salah satu bagian penting dari ritual thawaf dalam ibadah haji dan umrah, di mana umat Islam dianjurkan untuk menyentuh atau menciumnya sebagai bentuk penghormatan.
3. Doa Nabi Ibrahim AS untuk Keberkahan Makkah
Setelah membangun Ka’bah, Nabi Ibrahim AS berdoa kepada Allah agar Makkah menjadi tanah yang diberkahi dan penduduknya selalu mendapatkan rezeki serta petunjuk-Nya.
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: ‘Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah), negeri yang aman, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.'” (QS. Al-Baqarah: 126)
Sejak saat itu, Makkah menjadi pusat peradaban Islam dan tempat utama bagi umat Muslim dalam menjalankan ibadah haji dan umrah.
C. Renovasi Ka’bah di Masa Quraisy
1. Peran Suku Quraisy dalam Membangun Ulang Ka’bah Sebelum Kenabian Muhammad SAW
Pada masa Rasulullah SAW sebelum diangkat menjadi Nabi, suku Quraisy memegang kendali atas Ka’bah dan Kota Makkah. Pada suatu masa, Ka’bah mengalami kerusakan akibat banjir besar yang melanda Makkah. Suku Quraisy merasa perlu untuk merenovasi Ka’bah agar tetap kokoh dan megah sebagai pusat ibadah.
Proses pembangunan kembali dilakukan dengan penuh kehati-hatian, sebab mereka memahami kesucian Ka’bah. Mereka hanya menggunakan harta yang halal untuk membangun ulang Ka’bah dan membagi tugas pembangunan di antara beberapa kabilah Quraisy.
2. Kisah Pembagian Tugas dan Peletakan Kembali Hajar Aswad oleh Rasulullah SAW
Ketika pembangunan mendekati tahap akhir, muncul perdebatan di antara suku Quraisy mengenai siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad kembali ke tempatnya. Perdebatan ini hampir menyebabkan peperangan antar-kabilah.
Untuk menyelesaikan masalah ini, mereka sepakat menyerahkan keputusan kepada Muhammad SAW, yang saat itu dikenal sebagai Al-Amin (orang yang terpercaya). Rasulullah SAW dengan kebijaksanaannya mengusulkan agar Hajar Aswad diletakkan di atas selembar kain, kemudian setiap pemimpin suku memegang kain tersebut dan mengangkatnya bersama-sama. Setelah itu, Rasulullah SAW sendiri yang mengambil batu tersebut dan meletakkannya di tempatnya.
Kebijaksanaan ini diterima oleh semua pihak, dan dengan demikian, Ka’bah kembali berdiri kokoh sebagai pusat ibadah di Makkah.
D. Perubahan Ka’bah Setelah Islam
1. Pembersihan Ka’bah dari Berhala oleh Nabi Muhammad SAW Setelah Fathu Makkah
Setelah bertahun-tahun Ka’bah dijadikan tempat penyembahan berhala oleh kaum musyrik Quraisy, akhirnya pada tahun 8 Hijriyah (630 Masehi), Rasulullah SAW bersama pasukan Muslim berhasil membebaskan Makkah dalam peristiwa Fathu Makkah (Pembebasan Makkah).
Hal pertama yang dilakukan Rasulullah SAW adalah memasuki Ka’bah dan menghancurkan semua berhala yang ada di dalamnya. Beliau membersihkan rumah Allah dari segala bentuk kesyirikan dan mengembalikannya sebagai tempat ibadah yang murni bagi umat Islam. Rasulullah SAW juga mengumumkan bahwa Ka’bah adalah kiblat umat Islam selamanya.
2. Renovasi Ka’bah di Era Khalifah dan Dinasti Islam
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, Ka’bah terus mengalami beberapa renovasi dan perbaikan di bawah kepemimpinan para khalifah Islam dan berbagai dinasti. Beberapa perubahan yang dilakukan antara lain:
-
Khalifah Umar bin Khattab RA dan Utsman bin Affan RA memperbaiki struktur sekitar Ka’bah, termasuk area Masjidil Haram.
-
Khalifah Abdullah bin Zubair RA membangun kembali Ka’bah setelah mengalami kerusakan akibat pengepungan tentara Umayyah.
-
Dinasti Umayyah dan Abbasiyah memperluas area Masjidil Haram untuk menampung jamaah haji yang semakin banyak.
-
Dinasti Utsmaniyah (Ottoman) menambahkan berbagai elemen arsitektur penting, seperti kubah dan kaligrafi Islami di sekitar Ka’bah.
-
Kerajaan Arab Saudi melakukan renovasi besar-besaran dengan memperluas Masjidil Haram dan menambahkan berbagai fasilitas modern untuk kenyamanan jamaah.
Hingga saat ini, Ka’bah tetap menjadi pusat ibadah dan lambang persatuan umat Islam di seluruh dunia.
II. Sejarah Pembangunan Masjid Nabawi
A. Pendirian Masjid Nabawi oleh Nabi Muhammad SAW
1. Kedatangan Nabi Muhammad SAW ke Madinah dalam Peristiwa Hijrah
Masjid Nabawi memiliki sejarah panjang yang erat kaitannya dengan perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi (1 Hijriyah). Setelah mengalami berbagai tekanan dan ancaman dari kaum Quraisy di Makkah, Rasulullah SAW bersama para sahabat diperintahkan oleh Allah SWT untuk berhijrah ke Madinah.
Setibanya di Madinah, Rasulullah SAW disambut dengan penuh kebahagiaan oleh penduduk setempat, yakni kaum Anshar. Setiap keluarga di Madinah ingin menjamu Rasulullah SAW di rumah mereka. Namun, beliau dengan bijaksana membiarkan untanya, Al-Qashwa’, berjalan sendiri hingga berhenti di sebidang tanah milik dua anak yatim dari Bani Najjar.
2. Pembelian Tanah dan Pembangunan Awal Masjid Nabawi
Tanah tersebut sebelumnya digunakan sebagai tempat pengeringan kurma dan pemakaman beberapa orang musyrik. Rasulullah SAW kemudian membeli tanah itu dari pemiliknya dengan harga yang layak, meskipun mereka awalnya ingin menyerahkannya secara cuma-cuma.
Setelah itu, Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat mulai membangun Masjid Nabawi di tempat tersebut. Proses pembangunan ini dilakukan secara gotong royong, di mana Rasulullah SAW juga turut mengangkat batu dan kayu untuk mendirikan bangunan masjid.
3. Desain Awal: Bahan Bangunan, Luas, dan Fungsinya
Masjid Nabawi pada awalnya dibangun dengan struktur yang sederhana:
-
Dindingnya dibuat dari batu bata dan tanah liat.
-
Atapnya ditopang oleh batang kurma dengan pelepah kurma sebagai penutup.
-
Lantainya hanya beralaskan tanah biasa.
-
Ukurannya sekitar 35 x 30 meter dengan tiga pintu masuk.
Masjid ini bukan hanya digunakan sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pemerintahan Islam, tempat pendidikan, dan tempat berkumpulnya para sahabat untuk membahas berbagai persoalan umat. Di salah satu sudut masjid, Rasulullah SAW juga membangun Shuffah, tempat tinggal bagi kaum fakir miskin yang tidak memiliki tempat tinggal.
B. Perkembangan Masjid Nabawi di Masa Khulafaur Rasyidin
1. Perluasan Pertama oleh Khalifah Umar bin Khattab RA
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, Masjid Nabawi terus mengalami perkembangan di bawah kepemimpinan para khalifah Islam. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA (13-23 H / 634-644 M), jumlah umat Islam semakin bertambah, sehingga area masjid perlu diperluas.
Khalifah Umar RA memperluas masjid dengan menambahkan:
-
Ekspansi luas bangunan sekitar 50 x 50 meter.
-
Material bangunan yang lebih kuat, seperti kayu jati untuk tiang-tiangnya.
-
Mimbar untuk khutbah agar lebih mudah terdengar oleh jamaah.
2. Renovasi oleh Khalifah Utsman bin Affan RA
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan RA (23-35 H / 644-656 M), perluasan lebih lanjut dilakukan dengan mengganti dinding dari tanah liat menjadi batu dan menambahkan hiasan sederhana. Masjid Nabawi semakin kokoh dan lebih luas untuk menampung jamaah yang terus bertambah.
C. Pembangunan dan Renovasi di Era Kekhalifahan Islam
1. Perluasan Besar-besaran di Era Umayyah dan Abbasiyah
Pada masa Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik (86-96 H / 705-715 M) dari Dinasti Umayyah, Masjid Nabawi mengalami perubahan besar dengan:
-
Penambahan luas menjadi sekitar 100 x 100 meter.
-
Pembangunan kubah pertama di atas makam Rasulullah SAW.
-
Penggunaan marmer dan ukiran kaligrafi untuk memperindah masjid.
Kemudian, di masa Dinasti Abbasiyah, Masjid Nabawi diperluas lagi dengan berbagai perbaikan dalam hal arsitektur dan fasilitas.
2. Perkembangan di Masa Dinasti Mamluk dan Utsmani
Pada masa Dinasti Mamluk (1250-1517 M), Masjid Nabawi terus diperbaiki dengan menambahkan:
-
Menara-menara baru untuk mengumandangkan adzan.
-
Perbaikan atap dan dinding masjid dengan material yang lebih tahan lama.
Kemudian, pada masa Dinasti Utsmani (Ottoman) (1517-1918 M), Masjid Nabawi mengalami renovasi besar, di antaranya:
-
Penambahan “Kubah Hijau” di atas makam Rasulullah SAW yang menjadi ciri khas masjid hingga saat ini.
-
Pelebaran area masjid untuk menampung lebih banyak jamaah.
-
Pembangunan perpustakaan dan madrasah di dalam kompleks masjid.
D. Masjid Nabawi di Era Modern
1. Renovasi dan Perluasan di Masa Kerajaan Arab Saudi
Pada abad ke-20, setelah berdirinya Kerajaan Arab Saudi, Masjid Nabawi mengalami perluasan terbesar dalam sejarahnya. Raja Abdul Aziz Al Saud (pendiri Arab Saudi) memulai proyek renovasi besar-besaran, yang dilanjutkan oleh penerusnya.
Beberapa perubahan yang dilakukan antara lain:
-
Penambahan luas masjid hingga lebih dari 98.000 meter persegi.
-
Pembangunan payung raksasa otomatis di pelataran masjid untuk melindungi jamaah dari panas matahari.
-
Pembuatan sistem pendingin udara modern untuk kenyamanan jamaah.
-
Pembangunan pintu masuk utama yang megah, seperti Gerbang Raja Fahd dan Gerbang Raja Abdul Aziz.
2. Perubahan Struktur dan Fasilitas untuk Menampung Jamaah Lebih Banyak
Seiring dengan meningkatnya jumlah jamaah haji dan umrah setiap tahunnya, pemerintah Arab Saudi terus memperluas dan meningkatkan fasilitas Masjid Nabawi. Beberapa inovasi terbaru yang ditambahkan meliputi:
-
Area lantai bawah tanah untuk mengakomodasi lebih banyak jamaah.
-
Pemasangan karpet berkualitas tinggi dan sistem suara canggih.
-
Peningkatan kapasitas masjid hingga mampu menampung lebih dari 1 juta jamaah.
Masjid Nabawi kini menjadi salah satu masjid terbesar dan termegah di dunia, sekaligus menjadi tujuan utama bagi umat Islam yang ingin beribadah dan menziarahi makam Rasulullah SAW.
III. Signifikansi Ka’bah dan Masjid Nabawi dalam Islam
Dua tempat suci dalam Islam, Ka’bah dan Masjid Nabawi, memiliki kedudukan yang sangat istimewa bagi umat Muslim di seluruh dunia. Selain menjadi pusat ibadah, keduanya juga menjadi simbol persatuan, spiritualitas, dan sejarah panjang peradaban Islam.
A. Ka’bah sebagai Kiblat Umat Islam dalam Shalat
Ka’bah adalah kiblat bagi umat Islam, arah yang dituju setiap kali mereka melaksanakan shalat. Sebelum ditetapkan sebagai kiblat, umat Islam awalnya menghadap Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa) di Yerusalem. Namun, atas perintah Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah: 144, kiblat pun dialihkan ke Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah.
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya…”
(QS. Al-Baqarah: 144)
Ka’bah juga memiliki peran sebagai pusat spiritual dan simbol persatuan umat Islam, di mana jutaan Muslim dari berbagai latar belakang dan budaya berkumpul setiap tahun untuk menunaikan ibadah haji dan umrah.
Selain itu, Ka’bah sering disebut sebagai “Baitullah” (Rumah Allah), yang mencerminkan keagungan dan kesucian tempat ini dalam ajaran Islam. Setiap Muslim di dunia memiliki keinginan besar untuk beribadah di hadapan Ka’bah, memperkuat hubungan mereka dengan Allah SWT, dan merasakan kehadiran spiritual yang mendalam.
B. Masjid Nabawi sebagai Pusat Ibadah dan Ziarah
Masjid Nabawi bukan sekadar masjid biasa; ia adalah tempat yang memiliki keutamaan dan keberkahan yang luar biasa. Rasulullah SAW sendiri bersabda:
“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama dari seribu kali shalat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Keistimewaan Masjid Nabawi tidak hanya terletak pada pahala shalat yang berlipat ganda, tetapi juga pada keberadaan makam Rasulullah SAW di dalamnya. Oleh karena itu, umat Islam yang berziarah ke Masjid Nabawi juga memiliki kesempatan untuk menyampaikan salam kepada Rasulullah SAW, sebagaimana disebutkan dalam hadits:
“Tidak ada seorang pun yang mengucapkan salam kepadaku, kecuali Allah mengembalikan ruhku sehingga aku dapat menjawab salamnya.”
(HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Masjid Nabawi juga menjadi pusat penyebaran ilmu Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Di dalamnya terdapat Raudhah, area yang disebut sebagai “taman surga”, yang terletak di antara mimbar dan rumah Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits, Nabi SAW bersabda:
“Antara rumahku dan mimbarku terdapat taman dari taman-taman surga.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan segala keutamaannya, Masjid Nabawi terus menjadi pusat ibadah, dakwah, dan ziarah bagi umat Islam dari seluruh penjuru dunia.
C. Hubungan Spiritual Umat Islam dengan Dua Tempat Suci Ini
Ka’bah dan Masjid Nabawi bukan sekadar bangunan megah, tetapi merupakan sumber ketenangan, inspirasi, dan ikatan spiritual bagi umat Islam. Keduanya memiliki peran penting dalam kehidupan keagamaan seorang Muslim, baik secara individu maupun kolektif.
1. Ka’bah sebagai Simbol Tauhid dan Kesatuan Umat
Ka’bah melambangkan ketundukan total kepada Allah SWT. Setiap Muslim, dari mana pun asalnya, berkumpul di satu titik kiblat, menunjukkan kesatuan dan kesamaan di hadapan Allah. Tak ada perbedaan suku, warna kulit, atau status sosial ketika seseorang berdiri menghadap Ka’bah untuk beribadah.
2. Masjid Nabawi sebagai Lambang Cinta kepada Rasulullah SAW
Masjid Nabawi menjadi bukti nyata kecintaan umat Islam kepada Rasulullah SAW. Setiap Muslim yang datang ke masjid ini merasakan kehadiran ajaran dan nilai-nilai Islam yang diajarkan oleh Nabi SAW. Ziarah ke makam beliau bukan hanya bentuk penghormatan, tetapi juga pengingat agar senantiasa mengikuti sunnah dan ajaran beliau dalam kehidupan sehari-hari.
Keberadaan dua tempat suci ini menghubungkan umat Islam dengan sejarah, ajaran, dan nilai-nilai Islam, sehingga menjadikan mereka lebih dekat dengan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Penutup
Ka’bah dan Masjid Nabawi memiliki kedudukan istimewa dalam sejarah dan kehidupan spiritual umat Islam. Ka’bah adalah pusat kiblat dan tujuan ibadah haji, sedangkan Masjid Nabawi adalah tempat suci yang memiliki banyak keutamaan dan berkah.
Dari masa ke masa, kedua tempat ini terus direnovasi dan diperluas agar dapat menampung lebih banyak jamaah serta mempertahankan keagungan dan keindahannya. Upaya ini mencerminkan kepedulian umat Islam dalam menjaga warisan sejarah Islam.
Sebagai Muslim, memahami dan menghormati sejarah Ka’bah dan Masjid Nabawi bukan hanya tentang mengenang masa lalu, tetapi juga tentang memperkuat iman dan hubungan spiritual kita dengan Allah SWT. Semoga Allah SWT selalu memberikan kesempatan kepada kita untuk mengunjungi dan beribadah di dua tempat suci ini.
Aamiin.
Referensi
-
Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah: 127, 144.
-
Hadits Shahih dari HR. Bukhari dan Muslim mengenai keutamaan Masjid Nabawi.
-
Ibn Kathir, Al-Bidayah wa Al-Nihayah – Sejarah Islam mengenai pembangunan Ka’bah dan Masjid Nabawi.
-
Al-Azraqi, Akhbar Makkah – Sejarah pembangunan Ka’bah dari masa ke masa.
-
Sumber resmi dari Saudi Press Agency (SPA) tentang renovasi Masjid Nabawi di era modern.