Pondok Pesantren MADU KH Ahmad Badjuri

Membangun Sekolah Damai melalui Empati dan Rasa Keadilan

Konsep toleransi dalam kehidupan sekolah seringkali hanya dimaknai sebagai bentuk “ketahanan” terhadap perbedaan – sebuah sikap pasif yang membiarkan orang lain eksis tanpa gangguan. Namun, dalam konteks membangun sekolah yang benar-benar damai, pendekatan ini tidak lagi memadai. Toleransi pasif dapat menciptakan lingkungan yang “dingin” di mana setiap kelompok tetap berada dalam tembok prasangkanya masing-masing, tanpa terjadinya pertukaran empati yang mendalam. Sekolah damai membutuhkan langkah yang lebih transformatif, yaitu dengan menumbuhkan empati dan keadilan sebagai dua pilar utama. Empati mendorong kita untuk tidak hanya mengakui perbedaan, tetapi benar-benar merasakan apa yang orang lain rasakan, memahami perspektifnya, dan tergerak untuk memberikan respons yang manusiawi. Sementara keadilan memastikan bahwa setiap suara didengar, setiap hak dipenuhi, dan setiap perlakuan didasarkan pada prinsip kesetaraan yang inklusif. Fondasi filosofis ini sejalan dengan ajaran Islam dalam Al-Qur’an Surah Al-Hujurat ayat 13: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (li ta’arafu).” Ayat ini tidak sekadar memerintahkan untuk bertahan terhadap perbedaan, tetapi secara aktif menyerukan untuk “saling mengenal” – sebuah proses dinamis yang membutuhkan empati yang mendalam dan keadilan dalam memandang setiap individu.

Baca Selanjutnya Klik Disini…